widgets

Minggu, 29 Mei 2011

Tren Penambahan Nama Suami di Belakang Nama Istri



Sudah sering kita mendengar media menyebut nama istri-istri Presiden dengan menyertakan nama suaminya di belakang namanya. Sebagai misal, kita sering mendengar penyebutan nama Ibu Tien Soeharto, Ibu Ainun Habibie, Ibu Ani Yudhoyono, Michele Obama dan seterusnya. Namun anehnya, Megawati tidak pernah disebut oleh media atau menyebut dirinya dengan nama Megawati Kiemas. Namun Mega lebih dikenal dengan Megawati Soekarnoputri. Dan nama terakhir lebih indah didengar dan lebih benar.

Beberapa waktu lalu, di Facebook, aku juga melihat beberapa kawanku perempuan melakukan hal yang sama seperti kebiasaan orang di atas. Diantara kawanku yang baru saja menikah dan yang sudah lama menikah banyak yang ‘mengubah’ namanya dengan menambahkan nama suami di belakang nama aslinya. Jika nama suaminya adalah Ali sementara si istri bernama Fatimah, maka nama Fatimah diubah menjadi Fatimah Ali.

Ternyata tren penggunaan nama suami di belakang nama istri makin lama makin populer dan banyak ditiru oleh masyarakat luas di Indonesia. Ada perasaan jengah dan gelisah sebenarnya aku melihat fenomena itu. Terlebih lagi, saat aku melihat banyak akhwat-akhwat yang melakukan hal serupa. Entah mengikuti tren atau entah bagaimana, para akhwat-akhwat berjilbab besar itu juga menempatkan nama suami di belakang nama mereka dengan bangga. Aku pun makin tidak nyaman.

Ketidaknyamanan ini bukan tanpa alasan. Aku menganggap kebiasaan penambahan nama suami di belakang nama istri itu sesungguhnya bukanlah kebiasaan Islam. Itu merupakan kebiasaan orang Eropa yang entah berasal darimana. Sependek yang saya ketahui, di dalam kebiasaan umum dan aturan Islam, siapapun orangnya nasabnya tetap kepada ayahnya dan seterusnya ke atas, bukan kepada yang lain. Itulah mengapa kita mengenal sebutan bin dan binti.

Sebagai dasarnya ada cuplikan firman Allah SWT, “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka.” (QS. Al-Ahzab [33] : 5).

Dan sebagai penguatnya, Markaz al Fatwa didalam fatwanya No. 17398 yang dikutip oleh Ustadz Sigit Pranowo, Lc di Eramuslim menyebutkan bahwa menyandarkan nama istri kepada nama suaminya atau keluarga suaminya dan mencukupkan dengannya daripada nama ayahnya tidaklah diperbolehkan. Dikatannya, hal itu termasuk di antara kebiasaan orang-orang kafir.

Dikarenakan banyaknya fenomena para akhwat-akhwat yang menggandengkan nama suami di belakang nama mereka itulah aku menulis artikel singkat ini agar bisa menjadi pengingatan kepada kita semua khususnya kepadaku sendiri.

“Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.” Dikeluarkan oleh Bukhori dalam al-Maghozi bab : Ghozwatuth Tho`if (3982), Muslim dalam “al-Iman” (220), Abu Dawud dalam “al-Adab”

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya, maka baginya laknat ALLAH, para malaikat dan manusia seluruhnya”. [HR Ibnu Majah(2599) dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ (6104)

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar