widgets

Kamis, 22 September 2011

Menjalani Operasi Pencabutan Pen


        Rabu 21 September 2011, Santri kami yang bernama Ridwan akan melakukan operasi pengambilan pen di RS Karima Utama (RSKU) Kartasura. Dengan diantar oleh Ust Fajar, Ust Endar, Ust Rudi, Ust Arif, dan Ibunya berangkat ke RSKU pukul 13.00 wib menaiki mobil Toyota Avanza Hitam. Pen yang akan dicabut ini berada di siku tangan sebelah kiri. Berawal dari jatuhnya Ridwan di SDIT Arrisalah pada bulan Februari 2011 lalu, dan operasi pemasangan pen juga dilakukan di RSKU.
        Sesampai di RSKU, kami mendaftarkan Ridwan ke bagian pendaftaran pasien. Setelah itu langsung menuju ke ruang UGD utuk mendapatkan pelayanan. Setelah dicek data-data dan diukur berat badan Ridwan, kami disuruh menuju ke ruang Rontgen. Kami menunggu hampir 1 jam untuk tiba giliran kami. Akhirnya setelah 1 jam kami menunggu, tiba saatnya tiba gilaran kami.
        Setelah rontgen, kami kembali lagi ke ruang UGD untuk dilakukan pemasangan infus. Dari sinilah perawat dibikin sibuk atas ulah santri kami. Pertama, Ridwan tidak mau berganti baju operasi. Akhirnya Ust Fajar dan beberapa perawat berusaha membujuk agar Ridwan mau mengganti bajunya. Alhasil, Ridwan mau melepas bajuya dan berganti baju dengan pakaian operasi. kesibukan belum berhenti sampai disini. Ridwan mulai ngambek lagi dan tidak mau diinfus. Malah perawat yang menangani Ridwan dipukul sekeras-kerasnya oleh Ridwan. Ust Fajar meras kasihan melihatnya, sehigga berusaha untuk merayu Ridwan tp tidak berhasil. Perawat tersebut juga mencoba merayu tp dengan sedikit nada ancaman, "kalo masih mukul-mukul nanti saya suntik pake suntikan yang lebih besar lho"katanya. Alhasil infus pun bisa terpasang ditangan Ridwan.
        Pukul 16.00 wib, Ridwan memasuki ruang operasi. Ditengah operasi berjalan, datanglah Ust Haryoko ke RSKU berniat untuk menggantikan ust lainya menunggu Ridwan. Setelah sekitar 1 jam kami menunggu, operasi pun telah selesai. Dari sini ada kelucuan yang terjadi. Ridwan mengigau, berteriak-teriak dibawah kesadarannya karena pengaruh obat bius. "Dokter....jangan bunuh aku.....Dokter.....jangan bunuh aku.....". Tidak hanya ini saja, Ridwan juga berteriak " Perawat.....ana mita maaf.....karena ana sudah merepotkan antum".
        Setelah 2jam dari operasi, akhirnya Ridwan sudah benar-benar sadar. Kemudian Ridwan disuapi dengan bubur oleh ibunya, sehingga kekuatan tubuhnya kembali normal, dikarenakan sebelum operasi tadi Ridwan harus berpuasa dulu selama 6 jam. Tiba pukul 22.00 wib, kami pulang kerumah meninggalkan RSKU. "Selamat tinggal RSKU", Kata Ridwan sasmbil melambaikan tangannya.

Menjadi Muslim yang Seharusnya

 “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS al-Maidah 3)
Sa’ad bin Abi Waqash adalah orang yang sangat berbakti kepada ibunya. Namun tatkala beliau masuk Islam, ibunya marah dan berkata, “Wahai Sa’ad, agama apa yang kamu anut ini? Kamu harus keluar dari Islam, atau kalau tidak, maka aku tidak akan makan, tidak akan minum hingga mati. Lalu orang-orang pun akan mencelamu dan memanggilmu dengan kalimat, ”Wahai anak yang telah membunuh ibunya!” Dengan santun beliau berkata, ”Jangan lakukan itu wahai Ibunda, saya tidak akan meninggalkan Islam apapun yang terjadi.” Hari-hari berlalu, sementara sang ibu benar-benar mogok dari makan dan minum. Hingga kemudian Saad bin Abi Waqash memberanikan diri berkata kepada sang ibu, “Ketahuilah wahai Ibunda, seandainya ibu memiliki seratus nyawa, lalu satu persatu nyawa itu keluar dari jasad ibu, maka sekali-kali saya tidak akan meninggalkan agama ini,maka terserah ibu ingin makan ataukah tidak!” (Siyaru a’lam an-Nubala’)
Sahabat yang lain, Abdullah bin Hudzafah bahkan tak mundur dari Islam saat diancam hendak direbus hidup-hidup oleh Heraklius. Tawaran masuk Nasarni ditolaknya mentah-mentah, meski diiming-imingi hadiah separuh kerajaan Romawi. Baginya, nilai Islam dalam sekejap mata lebih berharga dari seluruh kerajaan Romawi.
Adapula yang rela mengorbankan nyawanya demi mempertahankan Islamnya seperti Yasir dan istrinya; Sumayyah.
Kekuatan apakah yang menjadikan mereka sanggup bertahan dengan ragam siksaan yang begitu berat? Pertimbangan manakah yang mereka gunakan hingga mereka rela mengambil resiko harta, tenaga bahkan nyawa? Tidak ada jawaban lain kecuali karena keimanan mereka terhadap apa yang dibawa oleh Muhammad saw, keyakinan bahwa Islam menjamin kebahagiaan bagi mereka, bukan sekedar di dunia yang fana, namun juga di akhirat yang abadi. Mereka betul-betul merasakan betapa indahnya hidup dalam Islam, dan betapa agungnya rahmat Islam bagi mereka dan bahkan bagi alam semesta. Tak ada anugerah yang lebih istimewa darinya. Sehingga mereka tidak mau melepaskan secuilpun dari syariat demi tawaran apapun yang memikat. Tak sudi menanggalkan keislamannya, meski nyawa harus keluar dari jasad. Mereka benar-benar merasakan firman Allah,
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS al-Maidah 3)
Namun, hari ini paradigma telah berubah. Seiring dengan minimnya pemahaman, tipisnya keimanan, Islam tak lagi dianggap sebagai hal yang luar biasa. Seakan Islam disandangnya secara kebetulan, bukan karena keinginan atau kebutuhan. Yang karenanya pula,  tak ada beban bagi mereka untuk melepas sebagian atau bahkan keseluruhan, tak ada rasa bersalah jika sesekali syariat disandang, dan di kali yang lain ditendang.
Fenomena ini terus berkembang, seiring dengan mendominasinya hawa nafsu, ditambah pula dengan gencarnya upaya setan jin dan manusia untuk mengaburkan tapal batas antara iman dan kekafiran. Hingga, garis pembeda antara haq dan bathil makin tersamarkan. Dalam persepsi kebanyakan orang, tak ada lagi keistimewaan Islam di atas keyakinan yang lain. Tiada pula sisi kemuliaan mukmin dibanding orang kafir, atau ahli tauhid dibanding ahli syirik.
Perhatikanlah prolog sebuah film yang mengusung paham liberalisme dan toleransi yang kebablasan, yang mengajarkan bahwa semua agama sama benarnya. Dengan suara lembut terkesan keibuan bak penasihat yang bijak mengawali film itu, ”Semua jalan setapak itu berbeda-beda, namun menuju ke arah yang sama, mencari satu hal yang sama, dengan satu tujuan yang sama, yaitu Tuhan.”
Dengan pandangan seperti ini, semua cara beragama dianggapnya sama benarnya. Semua jalan dipandangnya sama-sama mencapai surga, termasuk pilihan untuk tidak beragama. Semua sesembahanpun diyakini sebagai Tuhan yang sama,apakah berujud patung, batu maupun manusia. Inilah konsep netral agama yang tak mengenal istilah tauhid dan syirik, tak ada kata mukmin dan kafir, dan tak ada kamus hidayah maupun murtad. Padahal, semua istilah itu sangat krusial di dalam Islam.
Seakan surga disediakan untuk penganut apa saja, agama apapun, hanya berbeda kapling atau lokasinya. Lantas dimanakah keyakinan mereka terhadap firman Allah Ta’ala,
‘Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang rugi.’ (QS Ali Imran 85)
Bagaimana pula mereka mengira, bahwa Allah akan membalas dengan balasan yang sama atas cara dan jalan agama yang berbeda-beda, sedangkan Allah berfirman,
“Maka Apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Atau Adakah kamu (berbuat demikian). Bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS al-Qalam 35-36)
Bahkan secara tegas, Nabi saw telah memberitaka kesudahan bagi siapapun yang tidak mengambil Islam sebagai agamanya,
لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ أُ مَّتِي يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ  ماَتَ وَ لاَ يُؤْمِنُ بِمَا جِئْتُ بِهِ إِلاَّ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tiada seorangpun dari Ummat ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dalam keadaan tdiak beriman dengan apa yang aku bawa dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.” (Hadits Riwayat Muslim)
Seseorang yang merasa memiliki Islam, dan menjadikan Islam sebagai darah dan dagingnya, tentu tidak tertarik dengan ajakan pendangkalan terhadap nilai keagungan Islam. Tak hanya itu, keyakinannya atas kebenaran Islam dia wujudkan dengan mendalami ilmunya, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan membelanya dari serangan yang dilancarkan oleh musuh-musuhnya, begitulah seharusnya menjadi seorang muslim. Billahit taufiq. (Abu Umar Abdillah)

Rabu, 14 September 2011

Motor lawan motor, satu orang Meninggal Dunia












Motor lawan motor, satu orang Meninggal Dunia




Boyolali (Darul Ihsan Online) – Kecelakaan maut terjadi di depan pabrik sosis, Desa Randusari, Kecamatan Teras, atau Jalan Raya Kartasura- Boyolali, Rabu (14/9/2011)sekitar pukul 08.30. Akibatnya, satu orang tewas (terbaring,red) dan dua lainnya mengalami luka-luka.
Arif Suduri (32) warga Desa Gonilan, Kartasura, Sukoharjo yang pernah bekerja di SDIT Arrisalah Kartasura tewas seketika dilokasi kejadian.  Sedangkan korban luka- luka adalah, Riyadi (18 ) warga Dukluh Candimulyo, Desa Kiringan, Kecamatan Boyolali Kota dan Abas Sungkar (29)  warga Desa Gonilan, Kecamatan Kartasura, yang merupakan salah satu pengurus Pondok Pesantren Yatim Darul Ihsan Solo. Kedua korban luka yang syok, langsung dibawa ke RSU Pandanarang untuk menjalani perawatan dokter.  Polisi juga mengamankan dua motor yang terlibat kecelakaan untuk penyelidikan lebih lanjut.
Kecelakaan bermula saat motor Suzuki Smash Titan AD-6283-WM yang dikendarai Riyadi (18) berbelok atau memotong jalan ke selatan untuk masuk ke pabrik sosis. Rencananya, Riyadi berniat memasukkan lamaran ke pabrik tersebut. Saat bersamaan, dari arah timur atau arah Kartasura, melaju kencang Yamaha Vega R nopol AD-6697-ZT yang dikendarai Abas Sungkar berboncengan dengan Arif Suduri.
Namun, jarak yang terlalu dekat, tabrakan pun tak bisa dihindari. Akibatnya, Arif terpental dari boncengan dan tewas di lokasi kejadian dengan luka parah di bagian kepala. Sedangkan Riyadi dan Abas terluka. Mengetahui kejadian itu, satpam pabrik sosis bersama warga langsung memberikan pertolongan. Korban luka langsung dibawa ke pinggir untuk mendapatkan perawatan seadanya. Kejadian itu juga langsung dilaporkan kepada polisi.
Begitu menerima laporan, sejumlah petugas Satlantas Polres Boyolali langsung mendatangi lokasi kejadian untuk melakukan mengevakuasi korban. Korban meninggal maupun korban luka dibawa ke rumah sakit. Polisi juga mengamankan dua sepeda motor yang terlibat kecelakaan. Polisi juga melakukan penyelidikan di lokasi kejadian.
“Kami masih melakukan penyelidikan terkait sebab kecelakaan,” ujar Kapolres Boyolali AKBP Romin Thaib melalui Kasat Lantas Iptu Sugino.
Jenazah langsung dibawa ke RSUD Pandan Arang untuk dilakukan visum, papar Kapolres Boyolali, AKBP Romin Thaib melalui Kasatlantas Boyolali, Iptu Sugino didampingi Kanit Laka, Ipda Arifin kepada wartawan, Rabu. Diduga, keduanya melaju dengan kecepatan tinggi. Sementara itu, dua pengendara lainnya, Riyadi dan Abas dalam kondisi luka ringan. Keduanya dalam keadaan syok berat. Salah seorang saksi, Sri, warga setempat menuturkan kecelakaan itu berlangsung cepat. Ia mengatakan di tikungan itu kerap terjadi kecelakaan.
Menurut warga setempat, sebenarnya pagi itu Arif Suduri mendapat panggilan ke SDIT Arrisalah untuk dijadikan karyawan lagi disana, tapi sungguh takdir tidak ada yang bisa menduga, akhirnya kematianlah yang berpihak kepada dia.


Segenap pengurus Yayasan Darul Ihsan Solo ikut berduka cita atas meninggalnya Arif Suduri. Semoga Allah menempatkan Almarhum ditempat yang layak di sisi-Nya. Amiin