widgets

Sabtu, 15 Januari 2011

Anak Yatim dan Kedudukannya dalam Islam

Menurut istilah syara’, yang dimaksud dengan anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sebelum dia baligh. Batas seorang anak disebut yatim adalah ketika anak tersebut telah baligh dan dewasa. Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas r.a. pernah menerima surat dari Najdah bin Amir yang berisi beberapa pertanyaan, salah satunya tentang batasan seorang disebut yatim. IbnuAbbas menjawab, “Dan kamu bertanya kepada saya tentang anak yatim, kapan terputus predikat yatim itu, sesungguhnya predikat itu putus bila ia sudah baligh dan matang kecerdasannya.” (HR Muslim).
Sedangkan kata piatu bukan berasal dari bahasa arab, kata ini dalam bahasa Indonesia dinisbatkan kepada anak yang ditinggal mati oleh Ibunya, dan anak yatim-piatu: anak yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya.
Di dalam ajaran Islam, mereka semua mendapat perhatian khusus melebihi anak-anak yang wajar yang masih memiliki kedua orang tua. Islam memerintahkan kaum muslimin untuk senantiasa memperhatikan nasib mereka, berbuat baik kepada mereka, mengurus dan mengasuh mereka sampai dewasa. Islam juga memberi nilai yang sangat istimewa bagi orang-orang yang benar-benar menjalankan perintah ini.
Secara psykologis, orang dewasa sekalipun apabila ditinggal ayah atau ibu kandungnya pastilah merasa tergoncang jiwanya, dia akan sedih karena kehilangan salah seorang yang sangat dekat dalam hidupnya. Orang yang selama ini menyayanginya, memperhatikannya, menghibur dan menasehatinya. Itu orang yang dewasa, coba kita bayangkan kalau itu menimpa anak-anak yang masih kecil, anak yang belum baligh, belum banyak mengerti tentang hidup dan kehidupan, bahkan belum mengerti baik dan buruk suatu perbuatan, tapi ditinggal pergi oleh bapak atau ibunya untuk selama-lamanya.
Betapa agungnya ajaran Islam, ajaran yang universal ini menempatkan anak yatim dalam posisi yang sangat tinggi, Islam mengajarkan untuk menyayangi mereka dan melarang melakukan tindakan-tindakan yang dapat menyinggung perasaan mereka. Banyak sekali ayat-ayat Al-qur’an dan hadits-hadits Nabi Sallallahu alaihi wa sallam yang menerangkan tentang hal ini. Dalam surat Al-Ma’un misalnya, Allah berfirman: “Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin.” (Al-Ma’un: 1-3). 
Orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir miskin, dicap sebagai pendusta Agama yang ancamannya berupa api neraka.
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman: “Maka terhadap anak yatim maka janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap pengemis janganlah menghardik.” (Ad-Dhuha: 9 – 10).
            Sedangkan hadits-hadits Nabi sallallahu alahi wa sallam yang menerangkan tentang keutamaan mengurus anak yatim diantaranya sabda beliau: “Aku dan pengasuh anak yatim berada di surga seperti ini,” Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan beliau sedikit merengganggangkan kedua jarinya (HR Al-Bukhari)
            Dan dari Ibnu Abbas radhiallohu anhu bahwasanya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang memberi makan dan minum seorang anak yatim diantara kaum muslimin, maka Allah akan memasukkannya kedalam surga, kecuali dia melakukan satu dosa yang tidak diampuni.” (At-Tirmidzi).
Imam Ahmad dalam Musnadnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. sebuah hadits yang artinya: “Dari Abu Hurairah, bahwasanya ada seorang laki-laki mengadu kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam akan hatinya yang keras. Lalu Nabi bersabda, ‘Usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin.’”
Dari Abu Umamah dari Nabi sallallahu alaihi wa salam beliau bersabda, “Barangsiapa yang mengusap kepala anak yatim laki-laki atau perempuan karena Allah, baginya setiap rambut yang diusap dengan tangannya itu terdapat banyak kebaikan, dan barang siapa berbuat baik kepada anak yatim perempuan atau laki-laki yang dia asuh, adalah aku bersama dia di surga seperti ini, beliau menggabungkan dua jarinya.” (HR Ahmad).
Demikianlah, ajaran Islam memberikan kedudukan yang tinggi kepada anak yatim dengan memerintahkan kaum muslimin untuk berbuat baik dan memuliakan mereka. Kemudian memberi balasan pahala yang besar bagi yang benar-benar menjalankannya, disamping mengancam orang-orang yang apatis akan nasib mereka apalagi semena-mena terhadap harta mereka. Ajaran yang mempunyai nilai sosial tinggi ini, hanya ada didalam Islam.Bukan hanya slogan dan isapan jempol belaka, tapi dipraktekkan oleh para shahabat Nabi dan kaum muslimin sampai saat ini. Bahkan pada jaman Nabi salallahu alaihi wa salam dan para shahabatnya, anak-anak yatim diperlakukan sangat istimewa, kepentingan mereka diutamakan dari pada kepentingan pribadi ataupun keluarga sendiri. Masihkah kita ragu untuk mengulurkan tangan dan memuliakan anak-anak yatim di sekitar kita?

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar